Accessibility Tools

  • Increase Text
  • Decrease Text
  • Grayscale
  • Negative Contrast
  • Links Underline
  • Text to Speech
  • Reset

Berita

Kampung Tua yang Terus Dipertahankan di Tengah Gedung Menjulang

Rabu, 16 Januari 2019 | 5 tahun yang lalu

Dinkominfo – Ada yang masih terus dipertahankan di tengah bangunan pencakar langit di tengah Kota Surabaya. Sebuah kampung bernama Ketandan, kampung tertua di Surabaya ini memiliki ciri khas yang mudah ditemui, yakni  Makam Mbah Buyut Tondo, Masjid An-Nur dan Joglo Cak Markeso.

Untuk dapat menemukan kampung bersejarah ini, kita harus menelusuri Jalan Tunjungan sisi Barat hingga menemukan Toko Lalwani dan Toko Isardas. Dua toko yang sangat terkenal di masanya. Di sebelah toko itulah terdapat sebuah gang dengan lebar tidak lebih dari tiga meter. Seolah melawan arus modernitas di pusat Kota Surabaya, di situlah Kampung Ketandan berada.

Kampung ini berada di daerah yang terkenal dengan sebutan Segi Empat Emas, yaitu di antara Jl. Tunjungan sebelah Timur, Jl. Embong Malang sebelah Selatan, Jl. Blauran sebelah Barat dan Jl. Praban sebelah Utara.

Meski dihimpit oleh gedung-gedung pusat perbelanjaan modern, Kampung Ketandan memiliki nuansa jaman dahulu yang kental. Memasuki Kampung Ketandan, kita bisa melihat rumah-rumah warga yang masih mempertahankan arsitektur khas era kolonial. Berjalan lebih jauh lagi  kita akan menjumpai Masjid An-Nur. Sebuah masjid bergaya arsitektur masa lampau. Dengan pilar-pilar besar yang menghimpit pintu masuknya, jendela besar yang dilengkapi teralis besi, serta tulisan 1914 tepat di atas pintu masuk menunjukkan tahun pembangunannya. Dahulu, masjid ini hanya berupa musala (langgar) namun seiring dengan kebutuhan kapasitas jemaah, masjid An-Nur mengalami beberapa kali renovasi. Meski demikian, beberapa bagian masih dipertahankan keasliannya.

Beranjak ke tengah kampung, terdapat sebuah makam yang menempati lahan 10 m x 15 m. Masyarakat sekitar menyebut makam itu dengan sebutan Makan Mbah Buyut Tondo. Yang berarti buyut atau nenek moyang masyarakat Kampung Ketandan. Areal makam yang cukup luas tersebut tampak asri dengan pohon beringin besar yang memayunginya. Bentuk makam yang sederhana dan berbagai cerita sesepuh kampung menunjukkan bahwa makam Mbah Buyut Tondo sudah ada jauh sebelum Kampung Ketandan menjadi seperti saat ini.

Pemerintah Kota Surabaya berupaya menjaga kekayaan sejarah di Ketandan dengan mengembangkannya sebagai kawasan cagar budaya dan objek pariwisata. Salah satu tonggak pentingnya ketika di tahun 2016 lalu, diresmikan Balai Budaya Cak Markeso. Balai budaya yang berbentuk rumah joglo ini dibangun dari hasil kerja sama United Cities Local Government Asia Pacific (UCLG ASPAC), UN Habitat, dan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya. Penamaan Markeso dilakukan sebagai penghormatan kepada seniman besar Kota Pahlawan.

Kini, balai budaya yang terletak di tengah-tengah Kampung Ketandan ini digunakan sebagai ruang publik yang berfungsi sebagai “penyambung rasa” bagi warga Ketandan dalam berinteraksi dan berdiskusi tentang segala hal yang menyangkut lingkungannya. Selain itu, warga juga menjadikan Balai Budaya Cak Markeso sebagai tempat untuk menggelar beragam pertujukan seni. (pri/kik).

 

Berita Lainnya